Suku Mandailing berada di provinsi Sumatera Utara serta berbatasan langsung dengan provinsi Riau. Mandailing yang cukup terkenal dengan wisata alam yang mempesona juga kearifan lokal yang dijaga dengan baik oleh penduduk setempat.
Baca Juga: 10 Rumah Adat yang Ada di Kepulauan Sumatera, dari Sumut Hingga Lampung
Rumah Adat Pakpak
Rumah adat PakPak memiliki bentuk rumah yang umumnya menggunakan tiang juga tangga, bentuknya juga sangat khas sebab terbuat dari kayu dan atap dari bahan ijuk. Bentuk desain rumah selain sebagai wujud budaya dan seni suku Pakpak, pada bagiannya juga memiliki makna tersendiri.
Suku Pakpak hidup di Pakpak Bharat dan distrik Dairi. Kabupaten Pakpak Bharat sendiri kemudian berkembang pesat, bernama Jerro.
Rumah Adat Melayu
Rumah Adat Melayu Deli identik pula dengan penggunaan warna kuning dan hijau. Pada area dinding dan lantainya terbuat dari atap dan papan yang menggunakan materi ijuk. Rumah Adat Melayu Deli juga memiliki desain yang unik.
Suku Melayu berada di Kota Medan, Kabupaten Langkat, Kabupaten Serdang Bedagai Kabupaten Batubara, Kabupaten Deli Serdang, dan Kabupaten Labuhan, Suku Melayu sendiri memiliki peran besar dalam perkembangan Kota Medan sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia.
Rumah Adat Nias
Rumah adat Nias diantaranya Omo Sebua bentuk rumah ini sendiri sebagai panggung adat masyarakat Nias. Selain itu, terdapat rumah adat Nias dengan desain yang berbeda-beda diantaranya Omo Sebua. Rumah adat ini juga sebagai tempat tinggal bagi para kepala negara (Takenori), bangsawan maupun kepala desa (Salawa).
Baca Juga: Hadiri Sidang Mediasi Perdana, Rendy Kjaernett Ingin Pertahankan Rumah Tangga
Rumah adat Nias juga dibangun di atas tiang kayu nibung yang tinggi dan besar, serta Rumbia. Bentuk denahnya bulat telu, untuk wilayah Nias Utara, Nias Timur dan Nias Barat.
Nias merupakan suku yang mendiami Kepulauan Nias yang juga terkenal sebagai destinasi wisata bahari terbaik di Sumatera. Sebagai ikon pariwisata, Nias banyak dikunjungi karena keindahannya. Tak hanya itu, budaya megalitiknya kemudian diperkirakan tertua di Indonesia.
Editor : Yusuf Tirtayasa