LABVIRAL.COM - Bareskrim Polri menaikan status perkara dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks ke tingkat penyidikan terkait putusan sistem pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan terlapor pakar hukum tata negara Denny Indrayana.
Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto mengatakan, perkara tersebut tengah ditangani Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri.
"Sudah ditangani oleh Pak Dirsiber, sudah tahap penyidikan masih berproses," ujar Agus kepada wartawan, Senin, 26 Juni 2023.
Baca Juga: Penyebab dan Cara Mengatasi Aplikasi Tidak Kompatibel di Play Store yang Perlu Kamu Tahu!
Kendati naik ke tinggat penyidikan, penyidik belum menentukan tersangkanya. Agus mengatakan bahwa pihaknya masih memerlukan keterangan saksi dan ahli untuk melengkapi kasus tersebut.
"Masih berproses, kemarin kan sempat terjadi beberapa lokasi unjuk rasa. Apakah itu masuk dalam lingkup menimbulkan keonaran atau tidak, nanti keterangan ahli yang menentukan. Jadi masih berproses," tuturnya.
Reaksi Denny Indrayana
Menyikapi itu, Denny mengaku tidak sulit menerkan siapa yang akan menjadi tersangkanya.
"Meskipun belum ada tersangkanya, menaikkan proses ke penyidikan menunjukkan Bareskrim berpendapat sudah ada tindak pidananya," tutur Denny sebagaimana dikutip dari akun Twitter @dennyindrayana.
"Bagi kita, tidak sulit menganalisis, siapa yang akan dijadikan tersangka dalam konstruksi pemidanaan yang demikian," imbuhnya.
Denny mengatakan, normalnya proses hukum adalah jalan menghadirkan ketertiban dan keadilan di tengah masyarakat.
Namun, itu baru bisa terjadi jika penegakan hukum dilakukan dengan profesional, bermoral dan berintegritas.
"Pertanyaannya, apakah penegakan hukum kita sudah memenuhi syarat-syarat ideal tersebut?" katanya.
"Apakah praktik mafia hukum, yang menjadikan hukum sebagai komoditas barang dagangan, dimana suap kepada oknum penegak hukum adalah praktik lazim, sudah berhasil dihilangkan?" kata dia lagi.
"Apakah penegakan hukum kita sudah benar-benar bebas dari intervensi kekuatan kekuasaan, selain godaan sogokan uang?" sambungnya.
Menurutnya, penegakan hukum di Indonesia tidak jarang masih menjadi barang dagangan, jauh dari keadilan.
Terkait pernyataan ihwal putusan MK, Denny mengaku hanya memberikan peringatan agar yang bersangkutan tidak menetapkan pemilu menggunakan sistem proporsional tertutup.
"Apakah saya menghadirkan keonaran? Apakah tidak dilihat sebaliknya, kita justru telah mencegah terjadinya potensi kekacauan," katanya.
Denny memprediksi, bila MK memutuskan pemilu menggunakan sistem proporsional tertutup maka berpotensi penundaan pemilu.
"Karena putusan MK ditentang oleh delapan partai di DPR. Sudah ada bahasa akan memboikot pemilu, yang muncul dari parlem," tuturnya.
Editor : Arief Munandar