Arsad memaparkan bahwa saat ini terdapat lebih dari 28 ribu penyuluh agama dan 12 ribu penghulu yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Menurutnya, mereka merupakan garda terdepan dalam membumikan moderasi beragama dan menjaga harmoni sosial di tingkat komunitas.
“Penyuluh dan penghulu adalah ujung tombak kita. Mereka hadir paling dekat dengan masyarakat. Karena itu, kapasitas mereka harus terus kita perkuat secara sistematis,” ujarnya.
Dialog Nasional bertema “Bersama untuk Perdamaian: Reintegrasi Sosial Eks Napiter/Returnee dan Pencegahan Konflik Keagamaan” ini menjadi ruang strategis untuk berbagi praktik baik serta merumuskan arah kebijakan berbasis keagamaan yang responsif terhadap tantangan nyata di lapangan.
Dialog selama tiga hari tersebut turut melibatkan penyuluh agama dari berbagai daerah yang telah berpengalaman mendampingi mantan napiter dan returnee. Fokus diskusi meliputi pemetaan tantangan, pengembangan metode pendampingan, serta penguatan koordinasi lintas sektor.
Baca Juga: KUA Jadi Motor Penguatan Keluarga, Kemenag Latih 100 Kepala KUA Susun Strategi Nasional
Arsad menekankan bahwa kerja reintegrasi tidak bisa hanya dibebankan pada aparat keamanan. Pendekatan kolaboratif dengan melibatkan masyarakat sipil, tokoh agama, pekerja sosial, dan media sangat dibutuhkan.
“Kita perlu mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap mereka yang pernah terpapar. Itu tidak mudah, tetapi sangat mungkin jika dilakukan bersama,” ucapnya.
Ia berharap hasil dialog ini dapat melahirkan kebijakan yang konkret, berkelanjutan, dan mampu menjawab kebutuhan masyarakat secara langsung.
“Dengan niat tulus dan kerja kolaboratif, kita bisa menjadikan agama sebagai cahaya pemulihan dan jalan pulang bagi siapa pun yang pernah tersesat,” pungkas Arsad.***
Editor : Aryafdillahi HS