Syarat Bisa Disebut Musafir
Perlu diketahui, saat seseorang pergi jauh tetapi jaraknya kurang dari 85 KM maka gugur haknya untuk mendapatkan rukhsah dalam ibadah.
Begitu pula jika setelah tiba di tempat tujuan seseorang berniat untuk menetap, maka ia tidak bisa lagi dianggap sebagai musafir.
Dari sini bisa dipahami bahwa terdapat dua poin penting agar seseorang sah untuk dikategorikan sebagai musafir.
- Seseorang tersebut harus keluar dari wathannya (wilayah tempat tinggalnya).
- Ia harus memiliki niat bepergian menuju satu titik yang jaraknya tertentu di mana para ulama memiliki ketentuan tersendiri terkait jarak.
Keringanan yang Didapat Musafir
Sebagaimana disinggung di awal artikel, musafir penting dibahas karena mendapat perhatian khusus dari Allah Swt dalam firman-Nya.
“Dan jika kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa jika kamu mengqashar ibadah (mu), apabila kamu takut diserang oleh orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata untukmu.” (QS. An-Nisa ayat 101).
Dalam sebuah hadis dari Aisyah ra ia berkata, “Aku pernah keluar melakukan ibadah umrah bersama Rasulullah saw pada bulan Ramadan. Beliau berbuka dan aku tetap melaksanakan puasa, beliau mengqashar sholat sedangkan aku tidak. Maka aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, ayah dan ibuku, Anda berbuka puasa dan aku berpuasa, Anda mengqashar sedangkan aku tidak.’ Beliau menjawab, ‘Kamu baik, wahai Aisyah.” (HR. Al-Daruquthuny).
Dikutip dari laman resmi UIN Suska Riau, ada beragam keringanan yang bisa didapatkan oleh seorang musafir.
- Meringkas sholat (sholat qashar)
- Menjamak sholat
- Menyapu muzah, khuf atau sepatu
- Tidak sholat Jumat tetapi harus menggantinya dengan sholat Zuhur
- Berbuka puasa atau membatalkan puasa Ramadan
- Sholat di atas kendaraan
Begitulah ketentuan musafir menurut agama Islam yang perlu diketahui muslim terutama yang suka traveling.***
Editor : Dian Eko Prasetio