LABVIRAL

Bisa Jadi Motivasi, Simak Kisah Sukses Konglomerat-konglomerat Indonesia

Pengusaha sukses asal Indonesia, Chairul Tanjung (Sumber : Forbes)

LABVIRAL.COM - Siapa sih yang tidak ingin memiliki banyak uang dan bergelimangan harta? Tentu saja jawabannya pasti kita semua mau.

Tetapi, terkadang jika kalian ingin memiliki banyak uang, maka jalan yang harus ditempuh pun harus luar biasa dari orang lainya.

Sebab dalam membangun sebuah bisnis tak selamanya akan selalu berjalan lancar, terkadang kalian bisa berada di titik terendah dalam membangun usaha. Oleh karena itu, perlu ada usaha, keringat dan darah yang harus dikorbankan.

Baca Juga: Cocok untuk Keseharian dan Komersil, Falken Tawarkan Banyak Pilihan Tipe Ban Mobil

Seperti halnya para konglomerat yang ada di Indonesia saat ini, tak sedikit yang menceritakan bahwa mereka memulai bisnis dari nol hingga menjadi besar seperti saat ini.

Jika kita telaah lebih jauh, banyak yang menceritakan kisah hidupnya yang begitu pahit sampai bisa berbuah manis seperti sekarang.

Kali ini, Labviral.com ingin membagikan 4 daftar konglomerat terkaya di Indonesia yang mungkin dapat memotivasi kamu untuk mengikuti jejaknya dalam merintis bisnis. Penasaran siapa saja orang-orang tersebut? Simak ulasan di bawah ini:

Baca Juga: Mengenal QRIS dan Cara Menggunakannya

1. Hartono Bersaudara (USD 47,7 miliar atau Rp744,12 triliun)

Siapa di sini yang tidak mengenal Hartono bersaudara? Yap, kekayaan Budi Hartono (Oei Hwie Tjhong) bersama sang kakak Michael Hartono (Oei Hwie Siang).

Jika digabungkan, saat ini masih berada list nomor 1 sebagai orang terkaya di Indonesia menurut Forbes, sekaligus orang terkaya di dunia peringkat ke-80.

Mereka berdua merupakan anak dari pendiri Djarum, Oei Wie Gwan yang mendapatkan dua pertiga kekayaan mereka dari hasil investasi di Bank Central Asia (BCA).

Baca Juga: Mari Lihat Hebatnya Teknologi BlueLink, Fitur Keamanan dan Keselamatan Hyundai Creta

Ayah mereka, Oei Wie Gwan, merupakan nahkoda dari merek rokok terkenal, Djarum. Hartono bersaudara mau tidak mau harus meneruskan bisnis sang ayah yang kala itu sempat merosot akibat kebakaran.

Jika kita tarik mundur ke belakang, Oei Wie Gwan membeli perusahaan rokok kretek skala kecil bernama Djarum Gramophon di tahun 1951.

Yang kemudian dirubah menjadi Djarum dan memasarkan rokok kretek. Kala itu, karyawan yang dimiliki perusahaan tersebut hanya terdiri dari 10 orang.

Namun, di tahun 1963 terjadi musibah di mana perusahaan tersebut mengalami kebakaran dan hampir memusnahkan seluruh aset usahanya tersebut.

Bahkan, tepat di tahun yang sama, sang ayah meninggal dunia dan mewariskan usahnya tersebut pada kedua putranya.

Baca Juga: Sebelum Putus di Jalan, Kenali Ciri-ciri V-Belt Motor Matic yang Hampir Putus!

Akibat musibah tersebut, pabrik perusahaan Djarum sempat mengalami kondisi yang tidak pasti.

Namun, berkat kegigihan yang dilakukan oleh kedua bersaudara ini, Djarum mampu meroket menjadi perusahaan raksasa hingga saat ini.

Di bawah kepemimpinan kedua bersaudara tersebut, pada tahun 1972 Djarum memutuskan untuk mulai mengeskpor produk jadi rokok Djarum ke luar negeri.

Berkat inovasi dan usaha yang terus dilakukan oleh mereka, akhirnya kedua bersaudara itu berhasil menciptakan produk baru yang bernama Djarum Filter.

Rokok ini diproduksi secara langsung menggunakan mesin, ditambah dengan merk rokok Djarum Super yang mampu menghantarkan mereka sampai seperti saat ini.

Baca Juga: Cara Membersihkan Filter Udara Sepeda Motor Berdasarkan Jenis Materialnya

Bahkan perusahaan yang dahulunya hanya memiliki 10 karyawan itu, saat ini sudah memiliki sekitar 75 ribu karyawan.

Dengan adanya perubahan pergerakan dalam perekonomian, sekaligus berkembangnya teknologi, Hartono bersaudara pun melihat peluang untuk melebarkan sayap mereka.

Kedua bersaudara tersebut akhirnya memutuskan untuk mulai melakukan investasi di bermacam sektor, diantaranya adalah, investasi properti, elektronik, multimedia hingga kepada bidang perbankan.

Melalui diversifikasi usaha tersebut cengkraman Djarum Group pun semakin kuat di Indonesia.

Baca Juga: Mengenal 2 Malaikat Pencatat Amal Manusia, Selalu Ada di Sisi Kita

2. Low Tuck Kwong (USD 9,7 miliar atau Rp145,5 triliun)

Pada posisi kedua ada Low Tuck Kwong (LTK). Beliau merupakan pengusaha dari Bayan Resource yang bergerak di bidang batu bara.

Tak hanya itu LTK juga menjadi pemegang saham terbesar perusahaan Singapura Metis Energy, perusahan yang bergerak di bidang Energi Terbarukan.

Tentu saja, dalam merintis bisnisnya tersebut tak semudah yang kalian bayangkan, banyak sekali tantangan dan berbagai hambatan yang harus LTK lewati.

Dalam perjalanannya, LTK muda memilih untuk terjun langsung mempelajari bisnis dari ayahnya.

Saat berusia 24 tahun, ia bahkan memberanikan diri untuk merantau ke Indonesia untuk membangun bisnis seperti sang ayah, yaitu perusahaan kontruksi.

Baca Juga: Mengenal 2 Malaikat Pencatat Amal Manusia, Selalu Ada di Sisi Kita

Perusahaan tersebut awalnya berfokus kepada kontruksi bawah tanah hinga kepada kontruksi bawah laut.

Tentu saja dalam berbisnis tersebut pasti ada yang namanya jatuh bangun dan memerlukan energi yang sangat ekstra. Apalagi saat itu LTK merantau ke Indonesia.

Meski begitu, tantangan dan rintangan yang dihadapinya tersebut tak mengurungkan niatnya untuk terus membangun kesuksesan hingga saat ini.

Melihat masifnya perkembangan teknologi, LTK pun memutuskan untuk melebarkan sayapnya ke bisnis tambang.

Dirinya pun berhasil mengambil alih PT. Gunung Bayan Pratamacoal dan PT. Dermaga Perkasa Pratama yang memiliki tambang.. 

Pencapaian tersebut akhirnya mampu mengantarkan dirinya menjadi orang terkaya nomor dua di Indonesia dengan harta kekayaan bersih mencapai USD 9,7 miliar atau sekitar Rp145,5 triliun.

Baca Juga: Perhatikan Hal Ini Saat Ganti Oli Gardan Motor Matic, Jangan Asal Pilih Oli!

3. Anthony Salim (USD 7,5 miliar atau setara Rp117 triliun)

Masuk ke list nomor tiga, Anthony Salim yang memiliki nama Tionghoa, Liem Hong Sien juga harus menjalani perjuangan panjang dan berliku untuk bisa sampai pada posisinya saat ini.

Awal karier Anthony dimulai ketika dirinya diminta oleh sang ayah untuk mengambil kendali anak perusahaan Salim Group. Saat itu Anthony masih berusia sangat muda kurang pengalaman.

Namun berkat kegigihan dan pembelajaran dari ayahnya, Anthony bisa sukses dalam memanage perusahaannya tersebut.

Meskipun begitu yang namanya usaha pasti ada pasang dan surut, ia pernah mengalami kerugian besar saat krisis moneter tahun 1998.

Saat itu, perusahaan yang ia pegang memiliki hutang hingga menembus USD55 miliar, bahkan disebut-sebut hampir bangkrut. Meskipun begitu dirinya masih bisa bangkit dan bertahan hingga saat ini.

Baca Juga: Jangan Salah Beli, Begini Cara Gampang Bedakan Sparepart Yamaha Asli Atau Palsu!

4. Chairul Tanjung (USD 5,2 miliar atau Rp81,12 triliun)

Siapa di sini yang tidak mengenal Chairul Tanjung (CT)? Nahkoda dari kerajaan bisnis CT Corp yang menaungi Trans Corp, CT Global Resources hingga Bank Mega.

Jadi, jangan heran jika sosoknya dikenal luas sebagai salah satu pengusaha sukses Indonesia.

Sama seperti beberapa tokoh di atas, yang namanya berbisnis tak selamanya indah. Pasti ada banyak rintangan dan hambatan yang juga harus dilalui oleh CT.

Dalam autobiografinya, CT menegaskan bahwa dahulu ketika dalam usia prima, dia sempat merasakan tinggal disebuah losmen kecil yang sempit akibat merosotnya ekonomi keluarga.

Baca Juga: Hukum Mencatat Amal Ibadah Sendiri Padahal Sudah Dicatat Malaikat

Tak terpengaruh dengan hal tersebut, CT tetap gigih dalam merintis bisnis kecil-kecilan miliknya demi dapat membiayai kuliahnya.

Kesuksesan CT dalam berbisnis terus berlanjut hingga kini, dan berhasil memutar roda ekonomi keluarga.

Menjadi pengusaha ternyata bukan impian CT, melainkan karena keadaan dan terpaksa harus mencari uang untuk membiayai kuliahnya.

“Jadi saya jadi pengusaha bukan karena pendidikan, bukan karena keturunan orang kaya. Jadi pengusaha karena terpaksa membiayai sekolah sendiri cari uang untuk kuliah,” paparnya saat menghadiri acara peluncuran bukunya pada tahun 2012 silam.

CT bahkan pernah mencari uang melalui bisnis fotokopi. Saat itu dia mampu membaca peluang dengan melihat kebiasaan para mahasiswa yang harus merogoh kocek hingga Rp500 untuk fotokopi 20 lembar buku diktat praktikum dari dosen.

Baca Juga: Mengenal QRIS dan Cara Menggunakannya

Melihat peluang tersebut, dia memutuskan untuk membangun bisnis fotokopi bersama temannya, dan mengambil risiko dengan menawarkan harga fotokopi yang lebih rendah, yaitu Rp150 per 20 lembar. Ia juga menjual buku diktat seharga Rp300.

Ide bisnis CT pun akhirnya laris manis, bahkan dirinya mampu menjual hingga 100 buku diktat dan memperoleh keuntungan sebesar Rp15 ribu.

Nah dari situlah insting bisnisnya mulai muncul dan kesempatannya untuk mendapatkan puluhan ribu atau bahkan sampai jutaan mulai terasa lebih mudah.

Editor : Dian Eko Prasetio

Tags :
BERITA TERKAIT