LABVIRAL.COM - Pengacara Muannas Alaidid menilai pernyataan pakar hukum tata negara Denny Indrayana ihwal Mahkamah Konstitusi memutuskan pemilu menggunakan sistem proporsional tertutup bikin gaduh dan berbahaya.
Muannas menyebut Denny Indrayana patut dijerat pidana. Dia mengaku berencana mempolisikan Denny Indrayana.
"Pernyataan @dennyindrayana ini gaduh & bahaya mesti layak dibawa ke ranah hukum, bila aph (aparat penegak hukum) enggan melakukan penyelidikan, kita inisiatif aja buat laporan polisi," tutur Muannas sebagaimana dikutip Labviral.com dari akun Twitter @muannas_alaidid, Rabu (31/5/2023).
Baca Juga: Daftar Bengkel Motor Buka 24 Jam di Wilayah Kota Semarang Provinsi Jawa Tengah
Muannas menilai pernyataan Denny layak diproses hukum. Sebab, diduga kuat menyebarkan berita bohong.
"Sangat layat diproses hukum dan memenuhi unsur apa yang di twitkan Denny, selain dugaan menyebarkan berita bohong dan ini bahaya sebab mengganggu independensi hakim," tuturnya.
Muannas kemudian mendorong Mabes Polri untuk menyelidikinya.
Dalam postingannya, Muannas menautkan bunyi Pasal 112: Barang siapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau keterangan-keterangan yang diketahuinya bahwa harus dirahasiakan untuk kepentingan negara, atau dengan sengaja memberitahukan atau memberikan kepada negara asing, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
"Masa mau dibiarkan @DivHumas_Polri," tukasnya.
Denny Indrayana Klarifikasi
Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana mengklarifikasi ihwal pernyataannya tentang Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan sistem pemilu legislatif kembali menjadi proporsional tertutup.
Denny Indrayana memastikan pernyataannya tidak masuk ke dalam delik hukum pidana ataupun pelanggaran etika.
"Saya bisa tegaskan tidak ada pembocoran rahasia negara, dalam pesan yang saya sampaikan kepada publik," kata Denny Indrayana dalam keterangan tertulisnya, Selasa (30/5/2023).
Baca Juga: Titiek Puspa Ada Times Square New York
Denny mengatakan rahasia putusan Mahkamah Konstitusi tidak pada dirinya. Dia mengaku informasi yang disampaikan didapatnya bukan dari lingkungan MK, pun demikian bukan dari hakim kontitusi.
"Ini perlu saya tegaskan, supaya tidak ada langkah mubazir melakukan pemeriksaan di lingkungan MK, padahal informasi yang saya dapat bukan dari pihak-pihak di MK," imbuhnya.
Denny menjelaskan, kicauannya di Twitter beberapa hari lalu dibuatnya dengan cermat dan kehati-hatian. Dia menulis frasa "...mendapat informasi" bukan "...mendapat bocoran".
Baca Juga: Daftar Bengkel Motor Buka 24 Jam di Wilayah Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah
"Tidak ada pula putusan yang bocor, karena kita semua tahu, memang belum ada putusannya," ujarnya.
Selain itu, Denny menegaskan dirinya tidak menggunakan istilah "informasi A1" sebagaimana frasa yang digunakan Menko Polhukam Mahfud MD dalam menyikapi pernyataannya.
"Karena, info A1 mengandung makna informasi negara, seringkali dari intelijen. Saya menggunakan frasa informasi dari "orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya"," ucap Denny.
Baca Juga: Sejarah Pertama Kali Terjadinya Cerai Gugat pada Zaman Nabi Muhammad
Denny kembali meyakinkan bahwa informasi yang didapatnya tentang putusan MK patut dipercaya.
"Karena itu pula saya putuskan untuk melanjutkannya kepada khayalak luas sebagai bentuk public control (pengawasan publik), agar MK hari-hati dalam memutuskan perkara yang sangat penting dan strategis tersebut," katanya.
Terkait putusan MK nanti, Denny berharap pemilu tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.
Baca Juga: Caleg Siap Bantu Warga Masuk Surga, Ketua MUI: Jangan Ditanggapi Serius
"Karena soal sistem pemilu legislatif bukan wewenang proses ajudikasi di MK, tetapi ranah proses legislasi di Parlemen," jelasnya.
Denny menilai mengubah sistem di tengah jalan dapat menimbulkan kekacauan dalam persiapan pemilu.
"Karena banyak partai yang harus mengubah daftar bakal calegnya, ataupun karena banyak bakal caleg yang mundur karena tidak mendapatkan nomor urut jadi," tutupnya.***
Editor : Arief Munandar