LABVIRAL.COM - Burung puyuh merupakan salah satu unggas penghasil telur yang disukai banyak orang, telur puyuh serupa dengan telur ayam. Dimana isinya sama-sama memiliki dua jenis yaitu telur kuning dan juga telur putih.
Tahukah kamu, burung puyuh merupakan satwa yang hampir ada di seluruh dunia. Namun pertama kali dibudidayakan di negara Amerika, tepatnya pada tahun 1870. Setelah itu banyak negara-negara yang ikut juga membudidayakan burung puyuh.
Sedang Kan di Indonesia, burung puyuh dibudidayakan pertama kali pada tahun 1979. Namun banyak juga burung puyuh yang berkeliaran hidup di alam liar.
Baca Juga: Ini Burung Puyuh, Burung yang Manfaatnya Sama Seperti Ayam! Burung Puyuh Kawin Saat Masih Bocil Loh!
Terdapat beberapa jenis burung puyuh, namun tidak semua jenis puyuh berada di Indonesia. Berikut jenis-jenis burung puyuh yang perlu kamu ketahui. Yuk disimak!
Burung puyuh gonggong jawa (Arborophila javanica)
Burung puyuh gonggong jawa merupakan jenis burung puyuh yang memiliki ukuran badan sedang. Panjangnya bisa mencapai 25 cm. Burung ini dapat ditemui di hutan dengan ketinggian 1.000—3.000 mdpl.
Burung puyuh gonggong jawa hidup berkoloni. Ciri-cirinya adalah memiliki bulu berwarna kemerah-merahan, di bagian kepala terdapat tanda berbentuk cincin yang berwarna hitam. Suaranya seperti suara kereta api yang keras dan monoton.
Baca Juga: Keistimewaan Burung Puyuh, Salah Satunya Peduli Kesehatan Lho!
Burung puyuh pepekoh (Coturnix chinensis)
Tubuh puyuh pepekoh ini sangat mungil, panjangnya hanya 15 cm. Puyuh pepekoh dapat dijumpai di padang rumput terbuka, sawah, semak alang-alang, dan tanah pertanian. Burung ini hidup dalam koloni kecil.
Burung puyuh mahkota (Rollulus roulroul)
Jika dibandingkan dengan jenis puyuh lainnya, puyuh mahkota memiliki warna bulu yang paling indah ditambah dengan ornamen seperti mahkota yang berada di atas kepala sang jantan. Keindahannya menyebabkan burung ini menjadi burung hias yang dipelihara. Namun, unggas ini cukup sulit untuk ditemukan karena hanya berada di hutan-hutan Kalimantan, Sumatera, Malaysia, dan Muangthai.
Editor : Yusuf Tirtayasa