"Bagaimana mungkin akan memberi tahukan hasil ru’yat di Saudi ke pusat khalifah Islam di Bagdad dan Qordova pada masa itu, atau ke pusat Islam di Jawa dan Sumatra, atau ke pusat Islam di India, dan lain sebagainya. Kecuali ke negeri-negeri Islam yang berada di sekeliling Mekah atau Jazirah Arab, dan itu memang hal yang rasional serta realistis," terangnya.
Jeje menambahkan, tidak ada dalil yang mengkhususkan atau yang membedakan antara ketentuan ru’yat untuk Idul fitri dengan ru’yat Idul Adha. Rasul bahkan bersabda, “Siapa di antara kamu yang sudah melihat Hilal Dzulhijah dan hendak berqurban, maka janganlah ia mencukur rambut dan jangan menggunting kukunya” (hadits Sahih Muslim).
Demikian pula sabda Rasulullah, “Lebaran adalah pada saat kalian berlebaran dan berkurban adalah pada saat kalian berqurban”. (Hadits sahih riwayat Tirmidzi).
"Kedua hadits tersebut berlaku bagi setiap negeri muslim, bukan hanya untuk Saudi Arabia saja," ujar dia.
"Dengan demikian, maka pelaksanaan puasa Arafah dan Idul Adha mengikuti penanggalan dan hasil rukyat negeri masing-masing -Insya Allah- telah sah memenuhi kriteria ijtihadiyah-ilmiyah menurut syariat Islam. Wallahu ‘Alam bishawab," imbuhnya.
Editor : Arief Munandar