Pada tahun 2002 tingkat mobilitas TKI merosot tajam hal tersebut menyebabkan okupansi di trayek tersebut menurun. Imbas dari kondisi tersebut kerja sama tersebut berakhir.
Baca Juga: 5 PO Bus Tertua Indonesia yang Namanya Masih Populer Sampai Hari Ini
Titik kritis PO Sargede
Pada tahun 2004 merupakan titik kritis eksistensi Sargede. Di tahun tersebut istri mendiang Parmadi meninggal dunia. Eksistensi Sargede terancam saat pembagian warisan.
Anak-anak Parmadi juga tak ada yang mau meneruskan usaha tersebut. Termasuk awalnya Jatmiko juga enggan meneruskan. Ia merasa lebih enak berinvestasi di bidang lain.
Akhirnya Jatmiko yang mengalah meneruskan usaha Sargede. Setelah juga mendapat dukungan dari saudaranya.
Setahun menjadi pemilik Sargede Jatmiko melakukan penambahan armada dengan membeli Tri Sakti bermesin MB tahun 1984 dan bus wisata dari Klaten.
Kejelian membaca pasar berbuah manis. Armada eks Tri Sakti bermesin MB tahun 1984 dan bus wisata dari Klaten seolah-olah tidak mengenal garasi karena hampir tiap hari ada yang menyewa.
Tapi, gempa Jogja 2006 ternyata ikut mengguncang bisnis PO Sargede. Wisata non-AC sepi peminat. Warga Klaten dan Bantul yang merupakan mayoritas pengguna Sargede terpukul karena musibah gempa.
Lebih tiga bulan sejak gempa kedua bus hanya diam di garasi karena sama sekali tak ada order. Jatmiko pun menjualnya.
Akhir 2020 semua armada Sargede vakum
Jatmiko menceritakan, sejak tahun 2010 memang sudah ada rencana untuk alih usaha dari bidang transportasi, mengingat banyaknya tantangan di bisnis transportasi.
Editor : Hadi Mulyono